Topeng Betawi: Dari Pinggir Kembali ke Pinggir

Topeng Betawi: Dari Pinggir Kembali ke Pinggir

Pementasan Kesenian Topeng Betawi -Dr. Adhalina Maria, MSi-

Sebagian orang mengira, Topeng Betawi adalah suatu tarian dengan Topeng yang berasal dari budaya Betawi. "Itu salah besar!" seru Rahmat Ruchiat, pengamat kesenian Betawi. “Topeng itu artinya teater. Pertunjukkan. Kalo yang dibilang (Topeng oleh) orang-orang itu, bahasa Betawi nyebutnya kedok. Ya!” demikian katanya dengan tegas dalam suatu wawancara dengan penulis, tanggal 5 Maret 2017.

Ruchiat (2016)  menyatakan bahwa Topeng Betawi merupakan teater total, yang terdiri dari beberapa unsur kesenian seperti tari, menyanyi, lawak, dan drama. Kleden (1987) menambahkan, ada nilai-nilai budaya orang Betawi yang tercermin dalam teater tersebut. Topeng Betawi merupakan salah satu kesenian tradisional yang muncul sekitar tahun 1920-an dan berkembang di kalangan masyarakat Betawi, yang dimulai dari kelompok kecil yang saling kenal dengan akrab (Parani, 2017). 

Andi Supardi, seorang pemimpin grup Topeng Betawi Kinang Putra, menjelaskan pengertian Topeng Betawi menurut versinya, “Topeng Betawi itu pertunjukan yang isinya ada pituah, sastra. Biasanya, kalo jaman dulu, mulai dari abis Isya sampe Subuh. Awalnya, dimulai dari Tetalu, Arang-arangan Rebab, Tetalu 1, 2, 3, Tetalu panjang, Tetalu cepet, Kembang Sarim terus Topeng Tunggal,” (Andi Supardi, wawancara pribadi, 20 Juli 2016).

Menurut catatan Dinas Kebudayaan (2000), Topeng Betawi diciptakan oleh orang Betawi yang tinggal di pinggir Ibu Kota, atau yang sering disebut dengan Betawi Udik (Betawi Pinggir)*. Berbeda dengan orang Betawi Kota atau Betawi Tengah yang banyak dipengaruhi budaya Arab, kesenian yang berasal dari orang Betawi Pinggir dipengaruhi oleh banyak budaya, seperti budaya Cina dan Eropa (Chaer, 2015; Parani, 2017). Biasanya kesenian mereka menggambarkan kehidupan masyarakat yang tertindas akibat perlakukan tuan tanah partikelir (Kleden, 1987).

Ketika saya menonton pertunjukan Topeng Betawi antara tahun 2016 – 2019, tema tersebut tidak pernah lagi dibawakan. Mereka lebih banyak menampilkan cerita mengenai drama rumah tangga dan perkelahian yang terjadi di kehidupan sehari-hari.

“Itu cerita ngarang. Ngga betulan, kagak. Tapi begronnya (setting latar belakang cerita) ya kayak sari-sarinyah di kampung,” jelas Andi Supardi pada suatu sore di rumahnya tanggal 9 April 2018.

Ruchiat (2016) bercerita, sekitar tahun 1920-an terdapat lebih dari sepuluh rombongan atau grup topeng di Betawi. Ketika tentara Jepang menduduki Indonesia (1942 – 1945), banyak grup topeng yang bubar. Namun, di Cisalak masih ada satu grup topeng yang tersisa. Hingga kemudian disebut sebagai Topeng Cisalak. Kartini Kisam, salah seorang penari dalam Topeng Betawi sekaligus cucu dari pendiri Topeng Cisalak, mengatakan bahwa grup topeng itulah yang akhirnya disebut sebagai Topeng Betawi.

“Topeng Betawi itu mulai ada sebutannya, ya itu gara-gara Bapak juga (Rachmat Ruchiat - red). Supaya membedakan dari topeng-topeng lain, misalnya Topeng Cirebon, Topeng Malang, kenapa ngga disebut Topeng Betawi? Karena ini kan pake bahasa Betawi. Akhirnya diterima oleh pemerintah. Dari Dinas Kebudayaan, ya udah disebutlah Topeng Betawi. Gitu.” (Kartini Kisam, wawancara pribadi, 5 Maret 2017).

Menurut Sabar bin Bokir, pemimpin grup Setia Warga, Topeng Betawi berkurang peminatnya dibandingkan ketika tahun 1980an hingga awal 1990an (wawancara pribadi, 29 November 2018). Saya menyetujui pendapatnya, karena ketika melakukan penelitian antara tahun 2016 hingga 2021, cukup sulit mencari pertunjukan Topeng Betawi yang diselenggarakan di tengah kota Jakarta. Hal itu karena pertunjukkan Topeng Betawi hanya muncul di acara perayaan tertentu, seperti ulang tahun Jakarta, peringatan 17 Agustus, dan perayaan lain yang serupa. Bentuk pertunjukannya pun sedikit berbeda dengan yang diselenggarakan di daerah pinggiran seperti Bekasi, Depok, dan sekitarnya.

Penyebabnya adalah durasi yang disediakan oleh penyelenggara lebih singkat, sehingga banyak beberapa segmen yang ditiadakan. Sementara itu sekitar tahun 2017 – 2020, pertunjukan Topeng Betawi yang bertujuan untuk nazar dalam acara pernikahan, khitanan, atau ulang tahun banyak ditemukan di daerah pinggiran kota Bekasi. Misalnya di daerah Cijengkol, Burangkeng, Bojong, dan Mustikajaya. Durasi pertunjukannya sekitar 3 hingga 4 jam, yang diselenggarakan mulai pukul 21.00 atau 22.00 hingga dini hari. Beberapa pemain Topeng Betawi ada yang berdomisili di sekitar Bekasi, seperti di Kelurahan Jatibening, Kelurahan Mustikajaya, dan Kelurahan Bojong Rawalumbu. Ada juga yang tinggal di Jakarta, seperti di Kelurahan Cibubur, Kelurahan Pasar Rebo, dan Kelurahan Kelapa Dua Wetan dan juga di Depok, misalnya di Kelurahan Cisalak.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana orang Betawi bisa tinggal di luar Jakarta dan kesenian Topeng Betawi banyak di selenggarakan di daerah Jawa Barat? Menurut Shahab (2004), telah terjadi perubahan administratif di zaman kemerdekaan. Daerah yang tadinya masuk ke wilayah Jakarta, berubah menjadi daerah administratif Jawa Barat (Shahab, 2004). Selain itu, Chaer (2015) mengatakan bahwa orang Betawi pindah ke luar Jakarta sejak tahun 1960-an, ketika pemerintah mulai membeli kampung dan sawah mereka untuk dijadikan kantor, pabrik, dan kompleks perumahan. Andi Supardi (wawancara pribadi, 19 Oktober 2016), menyatakan kebenaran pernyataan tersebut. Ia bercerita, rumah dan tanah warisan keluarganya banyak yang dijual ke pemerintah untuk modal usaha, “Nyoba mandiri, berdikari,” demikian katanya.

Penjelasan Andi Supardi, Shahab (2004), dan Chaer (2015) telah menjawab pertanyaan mengapa banyak orang Betawi yang tinggal di daerah pinggiran Jakarta seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang. Tak dapat disangkal, orang Betawi yang pindah juga turut membawa kesenian yang menjadi budayanya di lingkungan tempat tinggal mereka yang baru. Pada akhirnya kesenian Betawi, seperti Topeng Betawi, berkembang pula di luar Jakarta.

Melihat kisah awal mula kemunculan Topeng Betawi sekitar tahun 1920-an, lalu populer di tahun 1980 – 1990, kemudian meredup, dan hingga penelitian di tahun 2021 menunjukkan pertunjukan itu  lebih diminati oleh masyarakat di pinggiran kota Jakarta, maka dapat dikatakan bahwa Topeng Betawi dimulai dari pinggir dan kini, kembali lagi ke pinggir.**

Tentang Penulis:-->

Sumber: